CATATAN BOLA,- Akhirnya tibalah kita di babak akhir kompetisi sepak bola klub-klub terbaik di Eropa. Tidak dapat dipungkiri bahwa Eropa masih menjadi barometer persepak bolaan dunia.
Chelsea dan
Bayern Munchen mungkin bukan tim favorit bagi kebanyakan orang. Namun faktanya, mereka mampu terus berdiri tegak hingga babak final. Ini bukanlah kisah pertama final
Liga Champions mempertemukan dua tim underdog.
Pada sebuah level kompetisi yang sangat tinggi, perbedaan kemampuan antar tim menjadi begitu tipis. Semua hal dapat terjadi. Keajaiban tidak bertentangan dengan alam, ia hanya bertentangan dengan apa yang kita ketahui tentang alam.
Sejak hasil undian perempat final diumumkan, para pakar sepak bola memprediksi
All Spanish Final antara
Barcelona dan
Real Madrid. Dua musim terakhir, perhatian dunia tersedot ke persaingan kedua tim ini, mulai dari persaingan antara Messi dan Ronaldo sebagai dua pesepak bola terbaik, kompetisi antara Mourinho dan Pep Guardiola sebagai manajer terbaik, persaingan antara dua tim yang menyajikan permainan atraktif dan menghibur di
Primera La Liga.
Spanyol saat ini memegang Piala Dunia dan Piala Eropa. Tidak berlebihan jika mayoritas pencandu sepak bola dunia mengharapkan terjadinya
El Clasico di final Liga Champions.
Di laga semifinal, Chelsea bermain dengan penuh gelora. Mereka hanya bermain dengan 10 orang selama kurang lebih 53 menit, menghadapi penguasa rezim ball possesion dari Catalan. Di Matteo berhasil mentransformasi strategi catenaccio Italia menjadi lebih dinamis, sehingga tetap efektif dalam menyerang. Tembok air Di Matteo tetap tangguh menahan gempuran tiki-taka Barcelona.
Laga semifinal Munchen melawan Madrid juga tidak kalah dram`tis. Walaupun dikepung oleh rezim efisiensi Mourinho, Munchen mampu mengunakan serangan mendadak, ala strategi blitzkrieg tentara Jerman, yang membuyarkan sistem pertahanan Madrid. Walaupun dipayungi sedikit keberuntungan dalam drama adu pinalti, namun sungguh sangat sulit untuk menyangkal bahwa Munchen telah memainkan laga yang luar biasa.
Sisi menarik dari final Liga Champions kali ini terletak pada konteks perjuangan luar biasa dalam menuju partai final. Munchen dan Chelsea mungkin bukan dua tim terbaik dalam jajaran sepak bola Eropa saat ini. Mereka telah menunjukan bahwa spirit, determinasi dan hasrat yang untuk menang akan dapat mengantarkan pada pencapaian yang terbaik.
DUA PASUKAN TERLUKA
Laga final kali ini mempertemukan 2 tim yang sudah dipenuhi dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Chelsea dan Munchen menghadapi problem yang sama, yaitu hilangnya sejumlah pemain inti yang tidak bisa bermain akibat akumulasi kartu.
Absennya 2 pilar utama pertahanan Chelsea, John Terry dan Ivanovic, karena akumulasi kartu akan memaksa Di Matteo berpikir keras.Muenchen memiliki 2 sayap cepat yang mematikan, Ribery dan Robben,*yang menjadi motor utama strategi blitzkrieg.
Hal itu diperparah dengan masih diragukannya kondisi kebugaran pemain bertahan lapis kedua mereka, David Luiz dan Gary Cahlil. Tidak adanya pemain bek tengah murni membuat Roberto Di Matteo harus mengatur ulang strategi pemainan Chelsea. Beberapa pemain karakter bertahan yang tersisa adalah Sam Hutchinson, John Obi Mikel, Essien, Romeu dan Bosingwa. Hal ini tentu saja akan menjadi celah bagi Chelsea yang dapat dimanfaatkan oleh Munchen.
Luka-luka juga terjadi di pihak Munchen. Badstuber harus absen karena akumulasi kartu. Van Buyten mengalami cedera parah. Pilihan bek murni yang tersisa adalah Boateng dan Breno. Alternatif lain yang dapat dilakukan oleh Jupp Heynckes adalah dengan menjadikan Tymoschuk sebagai bek tengah mendampingi Boateng, walaupun posisi naturalnya adalah gelandang bertahan.
Kita yakin bahwa kedua tim tidak akan menyerah begitu saja, seperti semangat yang telah mereka tunjukkan selama ini. Yang pasti bahwa Chelsea harus memenangkan laga ini jika ingin tetap menghisap atmosfir Liga Champions di musim depan. Apalagi inilah kesempatan untuk merebut mahkota yang belum pernah mereka miliki sebelumnya.
Sementara bagi Munchen, ini adalah kesempatan mereka untuk menjadi kampiun sepak bola Eropa yang kelima kalinya. Ada motivasi yang luar biasa karena mereka akan bertarung di kandang sendiri, Allianz Arena.
JEMBATAN DI TEMBOK AIR
Partai final kali ini mengingatkan kita pada peristiwa Battle of Britain 1940. Serangan-serangan yang akan dilakukan oleh Munchen, dari kedua sayap mereka, laksana strategi serangan cepat blitzkrieg pasukan Jerman. Strategi ini telah membuat pasukan Jerman berhasil menginvasi sebagian besar wilayah Eropa Daratan.
Namun ketika menghadapi Inggris, pasukan Jerman dihadapkan pada tembok air Selat Chanel. Jerman terpaksa hanya menyerang Inggris melalui udara. Kokohnya armada laut Inggris membuat komponen vital dari strategi blitzkrieg, pasukan kaveleri dan infantri, tidak dapat diseberangkan. Pada akhirnya Inggris tetap dapat bertahan, mengkonsolidasikan kekuatan dan menyusun serangan balik, yaitu pendaratan Normandy.
Adalah sangat tidak realistis bagi Munchen jika hanya mengandalkan bola udara ke Mario Gomez. Inti pertarungan ini akan berada di lini tengah. Dua jenderal lapangan tengah yang mengatur tempo permainan kedua tim, Bastian Schweinsteiger dan Frank Lampard, akan saling berhadapan. Tantangan bagi lini tengah Munchen kali ini adalah menciptakan jembatan di tembok air pertahanan Chelsea. Jika celah itu tercipta akan ada ancaman mematikan dari pasukan lini kedua Munchen melalui Schweinsteiger, Robben, Muller dan Ribery.
Jika jembatan ini gagal dibangun Chelsea akan mengkonsolidasikan kekuatan untuk melakukan serangan balik ala pendaratan Normandy, yang akan dimotori oleh Torres atau Drogba.
Apakah akan tercipta jembatan air atau justru terjadi pendaratan Normandy ? Mari kita menikmati final Liga Champions musim ini, hari Minggu (20 Mei) dinihari WIB.
Catatan Sepak Bola
BUDIMAN SUDJATMIKO
Politisi Muda PDIP dan Peminat Sepak Bola
Baca Juga : ●
Prediksi Bayern Munchen vs Chelsea- Final Liga Champions 2012