Baju Jersey Bola

Memahami Kultur Sepak Bola

Posted by Unknown on Selasa, 27 Desember 2011

Prediksi Bola
VIVA - BOLA,-  Ketika datang ke Real Madrid setelah mengasuh Inter Milan dan Chelsea, Jose Mourinho sadar di mana dia berada. Bersama klub Spanyol itu dia tidak serta merta mengaplikasikan strategi yang terbukti sukses bersama Chelsea di Inggris dan Inter di Italia. Mourinho tahu artinya adaptasi.

”Aspek kultur dalam sepak bola sangat penting,” tutur Mourinho dalam wawancara dengan El Pais. ”Tidak mungkin bagi seorang pelatih datang ke sebuah negara, lantas berkata,’ini sistem saya, mari bermain sesuai filosofi saya’,” imbuh Mourinho.

Seperti kata Mourinho, begitulah seharusnya sepak bola dimainkan. Tidak sekadar berlari dan menendang bola, tapi harus ada kultur yang mengakar kuat. Ketika turun di lapangan, pemain sudah tahu harus melakukan apa. Taktik dan strategi sudah tertempel alamiah dalam otak dan kaki.

Italia dan Inggris
Gianluca Vialli dan Gabriele Marcotti dalam bukunya The Italian Job, punya analogi menarik soal kultur sepak bola Italia dan Inggris. Analoginya pada petinju amatir yang akan menekuni jalur profesional. Petinju A, selalu agresif. Di atas ring bukan sekadar menahan pukulan lawan, tapi selalu menyerbu ke mana pun lawan bergerak. Dia fighter sejati. Sarung tangan selalu melebar, siap melepaskan pukulan setiap saat.

Petinju B, tampak lebih sering menggunakan sarung tinju untuk menutup muka. Dia berusaha memastikan, bagian tubuh yang menjadi sasaran selalu tertutup. Dia lebih sabar, tidak tergesa-gesa ingin menang. Dia sadar, masih punya energi besar yang bakal menjadi pukulan mematikan ketika lawan lengah. Dia punya killing punch.

Petinju A, tidak pernah punya rasa takut. Sejauh dia sudah memberi yang terbaik, baginya kalah bukan masalah. Petinju B, selalu tegang setiap jelang laga. Dia takut kalah. Baginya, tinju untuk bertahan hidup.

Dari berbagai rincian tersebut, mudah diketahui jika petinju A mewakili kultur sepak bola Inggris dan petinju B mewakili Italia. Aspek paling penting dari kultur sepak bola Italia dan Inggris bisa digambarkan dalam satu kalimat, "Bagi Italia, sepak bola adalah pekerjaan (job). Bagi Inggris, sepak bola adalah permainan (game)."

Jika sepak bola adalah pekerjaan, muara yang ingin dituju adalah menang, tidak peduli bagaimana caranya. Sebaliknya jika sepak bola sebagai permainan, tujuannya adalah bertarung, berusaha keras, memberikan 100% kemampuan di lapangan hijau.

”Di Italia, jika seorang striker berharga 5 juta euro hanya mencetak satu gol sepanjang musim, dia akan dianggap sampah. Di Inggris, orang akan memaafkannya sepanjang menunjukkan komitmen dan respek terhadap permainan,” kata Mourinho, pelatih yang punya pengalaman sukses di Italia dan Inggris.

Itulah kultur, tiap negara, tiap benua, beda kultur sepak bolanya. Kultur yang kuat pula yang menjadi basis sukses. Membangun kultur yang kuat, sangat menguntungkan dalam pembentukan brand sepak bola. Ambil contoh Brasil.

Tekanan pada kemampuan individu pemain masih menjadi bagian penting sepak bola Negeri Samba. Bagian latihan krusial bagi pembinaan usia dini di Brasil adalah kemampuan individu dan perubahan ritme bermain seperti irama musik. ”Di Brasil, Anda tidak hanya harus bermain bola, Anda harus bergoyang,” kata Robinho.

Indonesia
Di Indonesia sebenarnya bukan tanpa kultur sepak bola. Dulu, kita mengenal sepak bola raprap ala PSMS Medan. Raprap yakni sepak bola dengan karakter keras, cepat, dan ngotot. Namun semuanya masih dalam koridor spnrtivitas.

Dulu, ketika Henk Wullems melatih timnas yang mengandalkan pemain-pemain Primavera, kultur corto stretto(pendek merapat) begitu menggejala. Pola 3-5-2 dimainkan di mana-mana, seakan-akan itulah sepak bola Indonesia. Namun seiring waktu berjalan, pelatih asing maupun pemain asing masuk silih berganti. Di antara mereka, tidak ada satu pun yang mampu memakukan sukses secara gilang gemilang.

Akibatnya, tidak ada kultur sepak bola yang terpatri kuat di tim-tim Indonesia, baik klub maupun tim nasional. Malah sekarang bukan kultur main bolanya yang bertahan, tapi kultur berantem yang menonjol. Baku pukul antarpemain tidak saja di dalam lapangan, bisa juga terjadi di dalam hotel ! Ironis bukan.
(Titis Widyatmoko)