Salah satu yang paling fenomenal adalah tersingkirnya tuan rumah sekaligus favorit Argentina. Perlawanan Lionel Messi dkk diredam oleh Uruguay di fase perempat final, Minggu (17/7) pagi hari kemarin.
Kolombia juga demikian. Meski bermaterikan pemain yang merumput di Eropa, sebut saja Radamel Falcao (FC Porto), Mario Yepes (AC Milan), Hugo Rodallega (Wigan Athletic), Luis Perea (Atletico Madrid), tetap saja gagal melewati hadangan Peru. Sebuah pertanyaan kemudian menyembul, Apa Penyebab Ini Semua ?
Ada lima alasan mengapa ajang seperti ini kerap melahirkan kejutan.
Pertama, tim-tim yang dianggap 'anak bawang' umumnya dihuni pemain yang berkompetisi di negaranya sendiri. Sebut saja Peru yang baru saja menyingkirkan Kolombia. Lebih dari setengah skuad La Rojiblanca atau tepatnya 14 dari 23 merumput di Peruvian Primera Division.
Sporting Cristal adalah penyumbang terbanyak dengan empat pemain. Disusul Universad San Martin dan Universitario de Deportes masing-masing tiga. Selama berminggu-minggu mereka tampil bareng di tim yang sama atau setidaknya berkutat di Liga yang sama. Ketika masa persiapan tiba, proses adaptasi menjadi jauh lebih mudah.
Bandingkan dengan Argentina, hanya ada satu yakni Juan Pablo Carrizo. Itu pun kiper dan tidak pernah diturunkan sedetik pun.
Kedua, bagi pemain dari tim-tim gurem ajang ini adalah 'panggung emas' unjuk kebolehan agar dilirik mata-mata Sir Alex Ferguson (Manchester United), Arsene Wenger (Arsenal), Jose Mourinho (Real Madrid) atau Massimiliano Allegri (AC Milan).
Dapat dipastikan aksi mereka menggila bahkan kalau perlu 'mati' di lapangan. Sesuatu yang tidak perlu dilakukan oleh Messi, Carlos Tevez, Gonzalo Higuain atau Sergio Aguero. Semua orang sudah tahu kapasitas mereka.
Ketiga, sederet nama yang baru saja saya sebut adalah pemain dengan gaji miliaran per pekan. Pada Agustus atau September nanti, klub yang menggaji mereka sudah menunggu. So, bisikan bisikan 'jahil' untuk tampil ala kadarnya agar terhindar dari cedera sudah pasti merasuki kuping mereka.
Keempat, pemain yang merumput di Eropa menjalani pertandingan yang superketat. Inggris misalnya, minimum ada tiga kompetisi domestik yang harus disatroni dengan jumlah laga yang melimpah. Ini belum termasuk ajang antar klub di Benua Biru itu.
Sekali lagi, bandingkan dengan Peru yang hanya punya dua kompetisi dan kuantitas laganya minim. Tentu saja dari sisi kebugaran pemain Peru lebih siap menghadapi Copa America. So, jangan heran bagi Messi dkk, atau tim-tim lainnya menjadikan ajang ini lebih sebagai warming up sek`ligus mudik.
Yang terakhir soal faktor cuaca. Jangan lupa, Argentina berada di sisi selatan globe dunia. Saat ini negara Evita Peron itu tengah diselimuti musim dingin. Meski panitia sudah berusaha semaksimal mungkin menggunakan venue yang berada di sisi utara Argentina, itu tak banyak menolong.
San Salvador de Jujuy misalnya, suhu di venue paling utara ini masih berkisar di angka 13 Celsius. Sementara di La Plata, venue paling selatan suhunya tergerus menjadi 6 Celsius. Sementara itu, pemain-pemain yang merumput di Eropa baru saja tersengat suhu di atas 30 Celsius. Bukan sesuatu yang mudah untuk beradaptasi dalam hitungan hari. (haris pardede)