Baju Jersey Bola

Antara Cinta dan Benci - Jangan Ada Lagi Yang Mati ...!!!

TIP Taruhan Bola dan Hasil Pertandingan Terbaru


VIVA - BOLA,- Tanah merah yang menimbun jenazah Lazuardi belum kering dan kita bertanya begitu biadabkah suporter kita? Lazuardi meregang nyawa tak lama setelah dibantai sekelompok suporter saat Persija Jakarta menjamu Persib Bandung, musuh bebuyutannya, di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, Ahad (27/5) sore. Lazuardi dihantam dengan batu, juga benda-benda tumpul lainnya. Lazuardi tak sendiri. Dua suporter lainnya juga tewas dibantai pada hari yang sama.

Siapa yang harus disalahkan ? “Jangan sudutkan suporter,” kata Viola Kurniawati, Media Officer Persija. Diakui Viola, Lazuardi memang The Jak atau fans setia Persija. Hanya saja, warga Menteng Sukabumi, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, berusia 29 tahun sudah tak aktif lagi. Kata Viola, Lazuardi tewas bukan lantaran diamuk The Jak, melainkan karena dipalak sejumlah oknum. “Saya sudah dengar kronologisnya”.

Versi lain menyebutkan, pemantik persoalan karena Lazuardi tak memakai kostum orange atau atribut The Jak. Disebutkan, beberapa saat sebelum dianiaya, Lazuardi yang terpisah dari kelompok The Jak Menteng disatroni sejumlah suporter lainnya. Lazuardi dicurigai bukan The Jak, melainkan Bobotoh (pendukung Persib). Cekcok mulut tak terhindarkan. Dan, pembantaian itu pun terjadi.

Tanpa perlawanan, tubuh Lazuardi dihunjami dengan batu dan balok secara membabi buta. Lazuardi terkapar bersimbah darah di Pintu VII Parkir Timur, tepatnya di depan Kolam Renang Senayan, tak jauh dari stadion.

Polisi juga enggan disalahkan. Rikwanto, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengatakan, pihaknya telah menjalankan pengamanan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Menurut Rikwanto, polisi hanya melakukan pengamanan di pintu masuk ke stadion dan dalam stadion. Di dua titik inilah polisi disebar. “Kejadian itu di luar lapangan dan jauh dari pengamanan,” tukas Rikwanto.

Apa pun alasannya, kematian tiga suporter tak terjadi begitu saja. Kita tahu, The Jak dan Bobotoh terlibat konflik berkepanjangan, setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Kebencian dan dendam disemai dari generasi ke generasi. Kalimat-kalimat sarkasme tak hanya dipamer lewat kaus dan spanduk, tapi juga lewat “paduan suara” setiap kali tim kesayangan bertanding.

Lucunya, caci maki tetap didengungkan meski timnya tak bertanding dengan tim musuh bebuyutan. Contoh, Bobotoh tak lupa mencaci maki The Jak, padahal Persib tak sedang menjamu Persija. Sebaliknya, The Jak juga melakukan hal yang sama. Tak hanya di Bandung dan Jakarta, caci maki dan teror antar suporter juga terjadi di daerah-daerah lain.

Pemain Persiba Balikpapan, Iqbal Samad, harus dirawat di rumah sakit, lantaran kaki kanannya terkena ledakan mercon yang diluncurkan ke bench usai Beruang Madu mengalahkan tuan rumah Persisam Samarinda 1-0. Rikwanto, dalam hal ini polisi, sah-sah saja mengatakan kalau pihaknya telah menerapkan standar pengamanan.

Tapi, peristiwa yang menimpa Iqbal Samad membuat kita miris. Bagaimana mungkin, penonton (suporter) bisa bebas masuk ke stadion membawa mercon, petasan, dan kembang api. Saat laga Persija versus Persib, dua fotografer juga terluka di bagian kepala lantaran terkena lemparan kembang api.

Kematian Lazuardi, mercon yang menghantam Iqbal Samad, serta kembang api yang mencederai kepala dua fotografer membuat kita kembali bertanya, sudah begitu brutalkah suporter kita ? Dan sampai kapan ini akan berakhir ? Masih bisakah kita mengandalkan keamanan ?

Pertanyaan demi pertanyaan menggebuk nurani kita. Jujur, kematian dan kebrutalan suporter bukanlah kali pertama terjadi. Namun, peristiwa serupa toh masih saja terjadi dan malah kian sadis. Tak ada alasan, polisi harus mengusut tuntas kematian yang menimpa Lazuardi dan dua suporter lainnya. Jika tidak, ini jadi preseden buruk ke depan. Kita juga mendesak semua ketua kelompok suporter di seluruh Indonesia untuk duduk bersama, berikrar, mendeklarasikan perdamaian dan membuang semua sentimen antar suporter.

Satu lagi, dan ini yang tak kalah krusial, perseteruan di pucuk pimpinan PSSI, antara kubu Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti harus disudahi. Perseteruan tersebut, boleh dibilang, juga merembet ke tataran suporter. Suporter galau, sebab karut marut, pelan namun pasti, tak hanya merongrong tim kesayangan tapi sepak nasional secara keseluruhan.

Teror dan horor ini harus dihentikan. Suporter adalah elemen yang tak bisa dilepaskan dari sepak bola, sampai kapan pun. Suporter merupakan pemain ke-12, pemantik semangat kala tim bertarung, kandang pun tandang. Loyalitas, juga totalitas, oke-oke saja. Tapi tetaplah dalam batas-batas kewajaran dan mengedepankan semangat kekeluargaan sesama suporter.
(supersoccer.co.id)
Baca Selengkapnya